Senin, 26 Oktober 2015

Konteks Global Dalam Dunia Bisnis



KONTEKS GLOBAL DALAM BISNIS

Globalisasi telah menjadi fenomena yang tidak bisa dihindarkan dalam dunia bisnis. Perekonomian dunia semakin terbuka dan menjadi suatu kesatuan. Maraknya bisnis internasional terjadi sebagai akibat dari membaiknya infrastruktur, kondisi politik dan sosial dunia. Hal ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang beroperasi secara lintas negara. Dalam konteks bisnis, globalisasi dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi, perdagangan, dan pasar uang. Globalisasi dalam pengertian ini merupakan suatu proses yang berada di luar jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global dan bukan oleh sebuah pemerintahan secara individu. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja, sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya.

Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi yang lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Indonesia dalam menghadapi Trend Ekonomi global mengatakan, bahwa “globalisasi bisa menjadi bentuk baru dari penjajahan”. Banyak negara berkembang meragukan arah globalisasi ekonomi saat ini. Terjadinya ketimpangan ekonomi antar negara di dunia, di mana sebagian besar negara di dunia adalah negara miskin yang belum terbiasa dengan budaya persaingan bebas, membuat globalisasi dapat menimbulkan malapetaka. Dengan kata lain, globalisasi ekonomi layak didukung manakala kekuatan ekonomi negara-negara dunia sudah agak setara.
  
Globalisasi perekonomian dunia yang terjadi sejak dekade terakhir abad 20, telah menjadikan perdagangan barang dan lalu lintas modal bebas hambatan antar negara. Bukan itu saja, lalu lintas sumber daya manusiapun tidak ada hambatan lagi. Globalisasi ini didorong oleh adanya interaksi antara teknologi informasi dan komunikasi, yang memungkinkan komunikasi dari jarak jauh melalui jaringan internet dan sarana komunikasi lainnya. Globalisasi mengakibatkan persaingan yang semakin ketat di pasar global, yang pada gilirannya akan menuntut peningkatan daya saing dari setiap pelaku ekonomi dari berbagai negara. Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong globalisasi adalah :1. Dorongan universal untuk liberalisasi. 2. Perubahan teknologi dan internasionalisasi produksi dan distribusi. 3. Gerakan Pro-globalisasi. 4. Anti globalisasi. 5. Perkembangan Pasar Global. Sebelum krisis keuangan global, ekonomi dunia berpusat pada tiga pasar, yaitu Amerika Utara, Eropa dan Asia. Hal ini bukan berarti bahwa wilayah lain menjadi tidak penting, bukan berarti pula ketiga wilayah terssebut sama penting. Tiga wilayah tersebut adalah rumah bagi banyak ekonomi terbesar di dunia, korporasi multinasional terbesar, pasar finansial yang berpengaruh, dan konsumen berpenghasilan tertinggi. 

Sementara itu, Griffin & Pustang menyatakan bahwa sebagian besar aktivitas perekonomian dunia terkonsentrasi dalam sekelompok negara yang disebut Tiga Serangkai (Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat) atau Empat Serangkai (Tiga Serangkai ditambah dengan Kanada). Banyak pakar bisnis  menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar harus bersaing di negara-negara Empat Serangkai jika mereka ingin mengimbangi para pesaing di industrinya. Banyak perusahaan multinasional telah mengoperasionalkan pernyataan Ohmae tersebut dan mengakui pentingnya bersaing secara global untuk memperluas basis pelanggannya. Pemikiran strategis global merupakan ciri khas indusrtri-industri seperti maskapai penerbangan, perbankan, sekuritas, otomotif, komputer, dan jasa akuntansi. Ketimpangan kekuatan ekonomi negara-negara di dunia telah menimbulkan perbedaan yang mencolok kesejahteraan masyarakat di negara-negara di dunia. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan pendapatan per kapita antar negara.

Krisis keuangan global telah mengubah peta kekuatan ekonomi dunia. Kelompok Negara (Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Perancis, Jerman, Kanada, dan Italia) yang selama puluhan tahun menjadi pengendali pergerakan ekonomi dunia saat ini tergusur oleh G-20 yang kini merupakan kelompok elit baru di pentas ekonomi dunia. Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, dalam penutupan pertemuan G-20 di London beberapa waktu lalu secara eksplisit mengakui terjadinya pergeseran kekuatan ekonomi yang cukup fundamental. Ia bahkan menyebutnya sebagai titik balik perekonomian global. Meningkatnya peran G-20 memang terlihat nyata. Salah satu simbolnya, Cina bakal mendapatkan suara lebih besar dan kepemimpinan di IMF serta Bank Dunia, menghentikan dominasi AS dan Barat. Ekonomi dunia sudah sejak lama diprediksikan akan mengalami pergeseran ke kawasan Asia. Konsultan bisnis dan keuangan Goldman Sach, misalnya, sejak tahun 2003 telah memprediksikan bahwa lima besar ekonomi dunia pada 2040 adalah Cina, AS, India, Jepang dan Jerman. Jadi, tiga di antaranya merupakan negara Asia. Indonesia juga diprediksikan memiliki posisi terhormat dalam tatanan ekonomi global mendatang. Bahkan organ intelijen Pemerintah Amerika Serikat, National Intelligence Council (NIC), secara konsisten menyebutkan Indonesia sebagai bagian dari Asia yang diperhitungkan dalam pergeseran peta kekuatan global. Pada tahun 2005, misalnya, NIC mengekspos kajian berjudul Rising Powers: The Changing Geopolitical Landscape 2020. 

Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa dunia pada 2020 adalah dunia kompleks dan akan diwarnai kehadiran kelompok negara yang pengaruhnya sedang bangkit dan memiliki peran penting dalam ekonomi global. Negara-negara itu adalah Cina, India, Indonesia, Afrika Selatan, dan Brasil. Studi NIC untuk kedua kalinya juga tak jauh berbeda dengan tetap menyebut Indonesia sebagai negara potensial. Ada suatu fakta yang menarik bahwa krisis keuangan global telah mempercepat pergeseran peta kekuatan ekonomi itu. Melesatnya peran G-20 adalah buktinya. Sementara laporan lain, Goldman Sach mengenai prediksi perekonomian global 2050 menyebut Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor 7 dunia setelah Cina, AS, India,Jepang, Rusia, dan Brasil. Ini melampaui Korea Selatan, Turki, Perancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Kanada.Sementara Price Waterhouse and Cooper (PWC) menyebutkan, pada 2050 akan muncul kelompok negara besar bernama E-7, beranggotakan AS, Cina, India, Jepang, Brasil, Indonesia, dan Rusia. Internasionalisasi sejumlah perusahaan besar di Indonesia semakin mengukuhkan kiprah Indonesia di peta ekonomi dunia. Sebagai contoh adalah Krakatau Steel yang dilirik raksasa baja asal India, Mittal; saham Indosat dibeli Q-Tel dari Qatar, Telkomsel dibeli Temasek Singapura, Lippo Bank diambil alih Khazanah-Malaysia; BCA, BII, dan Bank Buana dimiliki perusahaan Singapura, dan sebagainya. Tetapi, seberapa jauh peran Indonesia di pentas ekonomi global sangat ditentukan oleh strategi dan kebijakan pemerintah bersama usaha nasional dalam mengimplementasikan kesepakatan forum G-20, khususnya mengenai perundingan liberalisasi perdagangan dengan akses pasar lebih besar bagi negara berkembang. (Guspiabri Sumowigeno, Kebangkitan Asia, Kebangkitan Indonesia, 2009).

Pendukung globalisasi menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Sedangkan pihak yang menentang globalisasi mengemukakan argumentasi bahwa globalisasi yang bertujuan untuk percepatan pembangunan ekonomi dan penghapusan kemelaratan, ternyata tidak dapat terwujud. Fakta menunjukkan bahwa ketimpangan antara negara kaya dan miskin justru semakin melebar. Perusahaan besar dan negara kaya mengambil keuntungan yang lebih besar dari globalisasi ekonomi. Di tengah globalisasi perekonomian dunia, semakin banyak perusahaan yang melakukan ekspansi secara internasional. Ada tiga keputusan dasar yang harus dibuat manajemen perusahaan ketika akan melakukan ekspansi internasional, yaitu: (1) apakah perusahaan perlu melakukan go international atau tidak; (2) ketika keputusan go international dibuat, manajer harus memutuskan level keterlibatan internasionalnya, dan (3) menetapkan struktur organisasi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan operasi secara global.
 
Sebelum melakukan go international, perusahaan perlu mengukur permintaan internasional terhadap produk perusahaan dan kemudian menyesuaikan diri terhadap kebutuhan pelanggan. Setelah perusahaan memutuskan untuk melakukan go international, ada beberapa level keterlibatan yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan, yaitu; (1) eksportir atau importir; (2) perusahaan internasional; (3) perusahaan multinasional.Ketika level keterlibatan telah ditetapkan, maka perusahaan memerlukan struktur organisasi yang sesuai untuk menunjang kesuksesan dalam operasi internasionalnya. Ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan: (1) menunjuk agen independen, (2) mengadakan perjanjian lisensi, (3) mendirikan kantor cabang, (4) melakukan aliansi strategis, (5) investasi asing langsung.





Sumber dari : https://academia.edu memahami-konteks-global-dari-bisnis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar