KONTEKS
GLOBAL DALAM BISNIS
Globalisasi telah menjadi fenomena
yang tidak bisa dihindarkan dalam dunia bisnis. Perekonomian dunia semakin
terbuka dan menjadi suatu kesatuan. Maraknya bisnis internasional terjadi
sebagai akibat dari membaiknya infrastruktur, kondisi politik dan sosial dunia.
Hal ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang beroperasi secara lintas
negara. Dalam konteks bisnis, globalisasi dikaitkan dengan proses
internasionalisasi produksi, perdagangan, dan pasar uang. Globalisasi dalam
pengertian ini merupakan suatu proses yang berada di luar jangkauan kontrol
pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar
global dan bukan oleh sebuah pemerintahan secara individu. Dalam banyak hal,
globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi
sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering
menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara
atau batas-batas negara. Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan,
kecuali sekedar definisi kerja, sehingga tergantung dari sisi mana orang
melihatnya.
Ada yang memandangnya sebagai suatu
proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa
seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan
satu tatanan kehidupan baru dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi
dan budaya masyarakat. Di sisi yang lain, ada yang melihat globalisasi sebagai
sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja
orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang
ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling
mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi
dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing.
Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia,
bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Indonesia dalam menghadapi Trend Ekonomi global mengatakan, bahwa “globalisasi
bisa menjadi bentuk baru dari penjajahan”. Banyak negara berkembang meragukan
arah globalisasi ekonomi saat ini. Terjadinya ketimpangan ekonomi antar negara
di dunia, di mana sebagian besar negara di dunia adalah negara miskin yang
belum terbiasa dengan budaya persaingan bebas, membuat globalisasi dapat
menimbulkan malapetaka. Dengan kata lain, globalisasi ekonomi layak didukung
manakala kekuatan ekonomi negara-negara dunia sudah agak setara.
Globalisasi perekonomian dunia yang
terjadi sejak dekade terakhir abad 20, telah menjadikan perdagangan barang dan
lalu lintas modal bebas hambatan antar negara. Bukan itu saja, lalu
lintas sumber daya manusiapun tidak ada hambatan lagi. Globalisasi ini didorong
oleh adanya interaksi antara teknologi informasi dan komunikasi, yang
memungkinkan komunikasi dari jarak jauh melalui jaringan internet dan sarana
komunikasi lainnya. Globalisasi mengakibatkan persaingan yang semakin ketat di
pasar global, yang pada gilirannya akan menuntut peningkatan daya saing dari
setiap pelaku ekonomi dari berbagai negara. Ada beberapa faktor yang menjadi
pendorong globalisasi adalah :1. Dorongan universal untuk liberalisasi.
2. Perubahan teknologi dan internasionalisasi produksi dan distribusi. 3. Gerakan Pro-globalisasi. 4.
Anti globalisasi. 5. Perkembangan Pasar Global. Sebelum krisis keuangan global, ekonomi
dunia berpusat pada tiga pasar, yaitu Amerika Utara, Eropa dan Asia. Hal ini
bukan berarti bahwa wilayah lain menjadi tidak penting, bukan berarti pula
ketiga wilayah terssebut sama penting. Tiga wilayah tersebut adalah rumah bagi
banyak ekonomi terbesar di dunia, korporasi multinasional terbesar, pasar
finansial yang berpengaruh, dan konsumen berpenghasilan tertinggi.
Sementara
itu, Griffin & Pustang menyatakan bahwa sebagian besar aktivitas
perekonomian dunia terkonsentrasi dalam sekelompok negara yang disebut Tiga
Serangkai (Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat) atau Empat Serangkai (Tiga
Serangkai ditambah dengan Kanada). Banyak pakar bisnis menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar harus
bersaing di negara-negara Empat Serangkai jika mereka ingin mengimbangi para
pesaing di industrinya. Banyak perusahaan multinasional telah
mengoperasionalkan pernyataan Ohmae tersebut dan mengakui pentingnya bersaing
secara global untuk memperluas basis pelanggannya. Pemikiran strategis global
merupakan ciri khas indusrtri-industri seperti maskapai penerbangan, perbankan,
sekuritas, otomotif, komputer, dan jasa akuntansi. Ketimpangan kekuatan ekonomi negara-negara di dunia
telah menimbulkan perbedaan yang mencolok kesejahteraan masyarakat di
negara-negara di dunia. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan pendapatan per
kapita antar negara.
Krisis
keuangan global telah mengubah peta kekuatan ekonomi dunia. Kelompok Negara (Amerika
Serikat, Inggris, Jepang, Perancis, Jerman, Kanada, dan Italia) yang selama
puluhan tahun menjadi pengendali pergerakan ekonomi dunia saat ini tergusur
oleh G-20 yang kini merupakan kelompok elit baru di pentas ekonomi dunia. Presiden
Amerika Serikat, Barack Obama, dalam penutupan pertemuan G-20 di London
beberapa waktu lalu secara eksplisit mengakui terjadinya pergeseran kekuatan
ekonomi yang cukup fundamental. Ia bahkan menyebutnya sebagai titik balik
perekonomian global. Meningkatnya peran G-20 memang terlihat nyata. Salah satu
simbolnya, Cina bakal mendapatkan suara lebih besar dan kepemimpinan di IMF
serta Bank Dunia, menghentikan dominasi AS dan Barat. Ekonomi dunia sudah sejak
lama diprediksikan akan mengalami pergeseran ke kawasan Asia. Konsultan bisnis
dan keuangan Goldman Sach, misalnya, sejak tahun 2003 telah memprediksikan
bahwa lima besar ekonomi dunia pada 2040 adalah Cina, AS, India, Jepang dan
Jerman. Jadi, tiga di antaranya merupakan negara Asia. Indonesia juga diprediksikan
memiliki posisi terhormat dalam tatanan ekonomi global mendatang. Bahkan organ
intelijen Pemerintah Amerika Serikat, National Intelligence Council (NIC),
secara konsisten menyebutkan Indonesia sebagai bagian dari Asia yang
diperhitungkan dalam pergeseran peta kekuatan global. Pada tahun 2005,
misalnya, NIC mengekspos kajian berjudul Rising Powers: The Changing
Geopolitical Landscape 2020.
Dalam
tulisan tersebut disebutkan bahwa dunia pada 2020 adalah dunia kompleks dan
akan diwarnai kehadiran kelompok negara yang pengaruhnya sedang bangkit dan
memiliki peran penting dalam ekonomi global. Negara-negara itu adalah Cina,
India, Indonesia, Afrika Selatan, dan Brasil. Studi NIC untuk kedua kalinya
juga tak jauh berbeda dengan tetap menyebut Indonesia sebagai negara potensial.
Ada suatu fakta yang menarik bahwa krisis keuangan global telah mempercepat
pergeseran peta kekuatan ekonomi itu. Melesatnya peran G-20 adalah buktinya.
Sementara laporan lain, Goldman Sach mengenai prediksi perekonomian global 2050
menyebut Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor 7 dunia setelah Cina,
AS, India,Jepang, Rusia, dan Brasil. Ini melampaui Korea Selatan, Turki,
Perancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Kanada.Sementara Price Waterhouse
and Cooper (PWC) menyebutkan, pada 2050 akan muncul kelompok negara besar
bernama E-7, beranggotakan AS, Cina, India, Jepang, Brasil, Indonesia, dan
Rusia. Internasionalisasi sejumlah perusahaan besar di Indonesia semakin
mengukuhkan kiprah Indonesia di peta ekonomi dunia. Sebagai contoh adalah
Krakatau Steel yang dilirik raksasa baja asal India, Mittal; saham Indosat
dibeli Q-Tel dari Qatar, Telkomsel dibeli Temasek Singapura, Lippo Bank diambil
alih Khazanah-Malaysia; BCA, BII, dan Bank Buana dimiliki perusahaan Singapura,
dan sebagainya. Tetapi, seberapa jauh peran Indonesia di pentas ekonomi global
sangat ditentukan oleh strategi dan kebijakan pemerintah bersama usaha nasional
dalam mengimplementasikan kesepakatan forum G-20, khususnya mengenai
perundingan liberalisasi perdagangan dengan akses pasar lebih besar bagi negara
berkembang. (Guspiabri Sumowigeno, Kebangkitan Asia, Kebangkitan Indonesia,
2009).
Pendukung
globalisasi menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Sedangkan pihak yang menentang globalisasi
mengemukakan argumentasi bahwa globalisasi yang bertujuan untuk percepatan
pembangunan ekonomi dan penghapusan kemelaratan, ternyata tidak dapat terwujud.
Fakta menunjukkan bahwa ketimpangan antara negara kaya dan miskin justru
semakin melebar. Perusahaan besar dan negara kaya mengambil keuntungan yang
lebih besar dari globalisasi ekonomi. Di tengah globalisasi perekonomian dunia,
semakin banyak perusahaan yang melakukan ekspansi secara internasional. Ada
tiga keputusan dasar yang harus dibuat manajemen perusahaan ketika akan
melakukan ekspansi internasional, yaitu: (1) apakah perusahaan perlu melakukan
go international atau tidak; (2) ketika keputusan go international dibuat,
manajer harus memutuskan level keterlibatan internasionalnya, dan (3)
menetapkan struktur organisasi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan operasi
secara global.
Sebelum melakukan go international, perusahaan perlu mengukur
permintaan internasional terhadap produk perusahaan dan kemudian menyesuaikan
diri terhadap kebutuhan pelanggan. Setelah perusahaan memutuskan untuk
melakukan go international, ada beberapa level keterlibatan yang dapat dipilih
oleh sebuah perusahaan, yaitu; (1) eksportir atau importir; (2) perusahaan
internasional; (3) perusahaan multinasional.Ketika level keterlibatan telah
ditetapkan, maka perusahaan memerlukan struktur organisasi yang sesuai untuk menunjang
kesuksesan dalam operasi internasionalnya. Ada beberapa pilihan yang bisa
dilakukan: (1) menunjuk agen independen, (2) mengadakan perjanjian lisensi, (3)
mendirikan kantor cabang, (4) melakukan aliansi strategis, (5) investasi asing
langsung.
Sumber
dari : https://academia.edu memahami-konteks-global-dari-bisnis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar