Rabu, 02 Desember 2015

Cara Memotivasi dan Memimpin Karyawan



MEMOTIVASI DAN MEMIMPIN KARYAWAN


Pentingnya Kepuasan dan Semangat Kerja Secara umum, kepuasan kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang dari melakukan pekerjaan mereka. Apabila orang menikmati pekerjaan mereka, mereka cukuppuas, bila mereka tidak menikmati pekerjaan mereka, mereka kurang puas. Dengan demikian karyawan yang puas cenderung mempunyai semangat kerja (morale): keseluruhan sikap karyawan terhadap lingkungan kerja mereka-yang tinggi. Semangat kerja mencerminkan sejauh mana mereka merasa bahwa kebutuhan mereka terpenuhi oleh pekerjaan mereka. Semangat kerja ditentukan oleh berbagai macam faktor, yang meliputi kepuasan kerja dan kepuasan atas berbagai faktor seperti upah, tunjangan, rekan-rekan kerja, dan kesempatan mendapatkan promosi.Perusahaan dapat meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawan dengan berbagai cara. Contohnya, beberapa perusahaan besar telah melaksanakan program-program yang lingkupnya mencakup seluruh perusahaan dan didesain untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan.

Para manajer melaporkan bahwa dengan sering melakukan survey terhadap sikap karyawan, mengumpulkan masukan karyawan, dan yang lebih penting bertindak berdasarkan masukan-masukan tersebut, perusahaan akan mendapatkan keunggulan dalam merekrut dan mempertahankan para pekerjanya yang produktif. Apabila para pekerja puas dan memiliki semangat kerja tinggi, organisasi mendapat berbagai macam manfaat. Contohnya, bila dibandingkan dengan para pekerja yang tidak puas, karyawan yang puas akan lebih berkomitmen dan setia. Karyawan-karyawan seperti itu kemungkinan besar akan bekerja lebih keras dan memberikan sumbangan yang berharga bagi organisasi. Disamping itu, mereka cenderung tidak terlalu banyak mengeluh dan lebih sedikit yang berperilaku negatif (mengeluh, secara sengaja memperlambat kerja mereka, dan sebagainya) dibandingkan dengan rekan-rekannya yang kurang puas. Akhirnya, para pekerja yang puas cenderung tidak saja datang untuk bekerja tiap hari tetapi tetap bertahan di dalam organisasinya.

Dengan meningkatkan kepuasan dan semangat kerja mereka, berarti manajemen berusaha menjamin pelaksanaan operasi yang lebih efisien. Sebaliknya, biaya atas ketidakpuasan dan rendahnya semangat kerja sangatlah tinggi. Para pekerja yang tidak puas mungkin lebih sering absen dengan alasan gangguan kesehatan yang tidak berarti, alasan-alasan pribadi, atau rasa keengganan untuk pergi bekerja. Semangat kerja yang rendah juga dapat mengakibatkan tingginya tingkat perputaran karyawan: Persentase angkatan kerja organisasi yang keluar yang harus diganti. Tingkat perputaran karyawan yang tinggi mempunyai konsekuensi negatif, yang meliputi gangguan jadwal produksi, biaya pelatihan yang tinggi, dan produktivitas berkurang. Dilain pihak tingkat perputaran karyawan yang sedang bisa bermanfaat: Organisasi dapat menghilangkan pekerjaaan dari karyawan yang berkinerja rendah dan/atau membawa gagasan baru dan bakat yang segar.


                  Motivasi Di Lingkungan Kerja walaupun kepuasan kerja dan semangat kerja merupakan hal yang penting, motivasi karyawan merupakan faktor yang bahkan lebih penting bagi keberhasilan perusahaan. Motivasi merupakan salah satu bagian dari fungsi manajerial pengarahan (directing). Secara umum, motivasi didefenisikan sebagai serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu. Seorang pekerja mungkin termotivasi untuk bekerja keras dan berproduksi sebanyak mungkin, sementara yang lainnya mungkin termotivasi untuk berproduksi secukupnya saja.Selama bertahun-tahun, banyak bermunculan teori dan penelitian yang berusaha membahas masalah-masalah itu. Dalam bagian ini, kita akan menelusuri penelitian dan teori utama mengenai motivasi karyawan. Kita kan berfokus pada tiga pendekatan hubungan antar manusia di lingkungan kerja yang mencerminkan kronologi pemikiran dasar dalam bidang itu: (1) teori klasik dan manajemen ilmiah, (2) teori perilaku, dan (3) teori motivasi kontemporer.

 Model Sumber Daya Manusia: Teori X dan Y dalam suatu penelitian yang penting, ilmuwan prilaku Douglas McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya manusia suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam serangkaian asumsi yang ia beri label “Teori X” dan “Teori Y”. Para manajer yang menganut Teori X cenderung menyakini kebenaran asumsi bahwa orang bersifat malas dan tidak mau bekerja sama dan oleh karenanya harus dihukum atau diberi imbalan (rewards) agar mereka menjadi produktif. Para manajer yang menganut teori Y, sebaliknya cenderung percaya bahwa orang-orang pada dasarnya energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif. Model Hierarki Kebutuhan Maslow dari seorang psikolog, Abraham Maslow, menyatakan bahwa orang mempunyai sejumlah kebutuhan yang berbeda-beda yang mereka coba penuhi dari pekerjaan mereka. Ia mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan itu menjadi lima tipe dasar dan menyarankan agar kebutuhan itu disusun menurut hierarki prioritas. Menurut Maslow, Kebutuhan merupakan hal yang bertingkat-tingkat karena kebutuhan yang tingkatannya rendah harus sudah dipenuhi sebelum sebelum seseorang mencoba memuaskan kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi.


Setelah serangkaian kebutuhan dipenuhi, kebutuhan itu berhenti memotivasi perilaku. Itulah arti dari kebutuhan yang bersifat hierarkis dari tingkatan yang rendah ke yang lebih tinggi dalam mempengaruhi motivasi dan kebutuhan karyawan. Contohnya, jika Anda merasa aman dalam pekerjaan Anda, rencana pensiun yang baru mungkin tidak terlalu penting bagi Anda jika dibandingkan dengan kesempatan mencari kawan-kawan baru dan memasuki jaringan informal di antara rekan kerja Anda. Akan tetapi, jika kebutuhan tingkatan rendah mendadak tidak terpenuhi, hampir semua orang segera berfokus kembali ke tingkatan rendah tersebut. Contohnya, misalkan saja Anda mencari cara untuk memenuhi kebutuhan harga diri Anda dengan bekerja sebagai manajer divisi di suatu perusahaan besar. Jika Anda mengetahui bahwa divisi Anda dan, akibatnya pekerjaan Anda mungkin akan dihapuskan, Anda mungkin melihat kepastiaan keamaan kerja di perusahaan yang baru dapat memotivasi Anda sekuat promosi yang terjadi sebelumnya di perusahaan lama Anda.

Manajemen Berdasarkan Tujuan merupakan sistem penetapan sasaran secara bersama-sama dari atas sampai bawah suatu organisasi. Sebagai teknik untuk mengelola proses perencanaan, manajemen berdasarkan tujuan secara garis besar mengkhususkan diri dalam membantu para manajer mengimplementasikan dan melaksanakan rencana mereka. Akan tetapi manajemen berdasarkan tujuan memerlukan serangkaian prosedur yang melibatkan para manajer dan bawahannya dalam menetapkan sasaran dan mengevaluasinya kemajuannnya. Setelah program tersebut dipersiapkan, langkah pertamanya adalah menetapkan sasaran organisasi secara keseluruhan. Sasaran itu pulalah yang pada akhirnya akan dievaluasi untuk menentukan keberhasilan program tersebut. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, kegiatan kolaboratif: berkomunikasi, bertemu, mengontrol dan sebagainya, merupakan kunci dari manajemen berdasarkan tujuan. Oleh karenanya, kegiatan kolaboratif juga dapat berguna sebagai program untuk meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi. Manajemen Partisipatif dan Pemberdayaan
Dalam manajemen partisipatif dan pemberdayaan, karyawan diberikan pilihan mengenai cara mereka melakukan pekerjaan mereka dan cara perusahaan dikelola, mereka diberdayakan untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas kinerja mereka sendiri. Tidak mengherankan, bahwa partisipasi dan pemberdayaan membuat para karyawan merasa lebih berkomitmen terhadap sasaran organisasi, karena mereka sendirilah yang membantu membentuknya.





Gaya Manajerial dan Kepemimpinan dalam usaha memperbaiki semangat, kepuasan, dan motivasi kerja, para manajer dapat menggunakan berbagai gaya kepemimpinan. Kepemimpinan  adalah proses memotivasi orang lain agar bekerja mencapai tujuan-tujuan tertentu. Memimpin adalah salah satu aspek kunci pekerjaan manajer dan salah satu komponen penting fungsi pengarahan. Teori-teori awal mengenai kepemimpinan mencoba mengidentifikasikan sifat dasar yang terkait dengan pemimpin-pemimpin yang kuat. Contohnya adalah penampilan fisik, kepandaian, dan keahlian berbicara di publik pernah dianggap sebagai “modal dasar pemimpin”. Memang, pernah dipercaya bahwa orang-orang yang tinggi adalah pemimpin yang lebih baik  daripada orang-orang yang pendek. Akan tetapi, pendekatan sifat dasar itu terbukti merupakan alat prediksi yang buruk atas potensi kepemimpinan. Akhirnya, perhatian pun berpindah dari sifat dasar manajer ke perilaku mereka, atau gaya manajerial: pola perilaku yang diperlihatkan manajer dalam menghadapi bawahan-bawahannya. Gaya-gaya manajerial tersebut beraneka ragam, mulai dari otokratis, ke demokratis, lalu ke wewenang penuh. Tentu saja hampir semua manajer tidak berpegang hanya pada satu gaya. Tiga tipe gaya utama ini melibatkan beragam tanggapan terhadap masalah-masalah hubungan manusia. Pada kondisi yang berbeda, satu macam atau kombinasinya dapat terbukti memadai.

Para manajer yang menerapkan gaya otokratis umumnya memberikan perintah dan mengharapkan mereka dipatuhi tanpa ragu-ragu. Tentu saja, komandan militer lebih menyukai dan umumnya membutuhkan) gaya otokratis di medan pertempuran. Karena tidak ada orang lain yang diajak konsultasi, gaya otokrasi memungkinkan pembuatan keputusan yang cepat. Jadi gaya tersebut akan berguna dalam kondisi pengujian keefektifan suatu perusahaan terhadap pesaing yang berdasarkan pada waktu (time based competitor). Para manajer yang menerapkan gaya demokratis (democratic style) umumnya meminta masukan dari bawahan-bawahannya sebelum membuat keputusan, tetapi mereka tetap memegang kekuatan akhir dalam pembuatan keputusan. Contohnya, seorang manajer mungkin meminta anggota kelompok lainnya untuk mewawancarai dan menawarkan pendapat mengenai sekelompok pelamar. Akan tetapi, manajer itu sendiri yang pada akhirnya akan membuat keputusan terakhir. Para manajer yang menerapkan gaya wewenang penuh umumnya berperan sebagai penasihat bagi bawahan yang diperbolehkan membuat keputusan.

Menurut banyak pengamat, gaya kepemimpinan wewenang penuh menghasilkan pendekatan yang menekankan masukan karyawan keseluruhan ke dalam pembuatan keputusan dan membantu perkembangan lingkungan kerja di mana karyawan semakin banyak menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Tanpa mengabaikan teori-teori mengenai bagaimana pemimpin seharusnya memimpin, keefektifan semua gaya kepemimpinan sangat bergantung pada keinginan para bawahan dalam berbagi masukan dan melatih kreativitas. Sebagai contoh, beberapa orang frustasi, sedangkan beberapa lainnya menyukai manajer yang otokratis karena mereka tidak menginginkan dukungan suara dalam pembuatan keputusan. Sementara itu, pendekatan demokratis bisa menjadi tidak menyenangkan bagi orang-orang yang ingin memikul tanggung jawab pembuat keputusan maupun bagi yang tidak. Gaya wewenang penuh sangat bergantung pada kreativitas karyawan, dan pada solusi kreatif atas masalah-masalah yang ada. Gaya itu juga menarik bagi karyawan yang ingin merencanakan pekerjaan mereka sendiri. Masalahnya, tidak semua bawahan mempunyai latar belakang atau keahlian yang diperlukan untuk membuat keputusan yang kreatif. Sementara, lainnya tidak cukup termotivasi untuk bekerja tanpa pengawasan.










Sumber dari : http://materi--kuliah.blogspot.co.id/2012/11/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar