MEMOTIVASI DAN MEMIMPIN KARYAWAN
Pentingnya Kepuasan dan Semangat
Kerja Secara umum, kepuasan
kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang dari melakukan pekerjaan
mereka. Apabila orang menikmati pekerjaan mereka, mereka cukuppuas, bila mereka
tidak menikmati pekerjaan mereka, mereka kurang puas. Dengan demikian
karyawan yang puas cenderung mempunyai semangat kerja (morale):
keseluruhan sikap karyawan terhadap lingkungan kerja mereka-yang tinggi.
Semangat kerja mencerminkan sejauh mana mereka merasa bahwa kebutuhan mereka
terpenuhi oleh pekerjaan mereka. Semangat kerja ditentukan oleh berbagai macam
faktor, yang meliputi kepuasan kerja dan kepuasan atas berbagai faktor seperti
upah, tunjangan, rekan-rekan kerja, dan kesempatan mendapatkan promosi.Perusahaan
dapat meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawan dengan berbagai cara.
Contohnya, beberapa perusahaan besar telah melaksanakan program-program yang
lingkupnya mencakup seluruh perusahaan dan didesain untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan karyawan.
Para manajer melaporkan bahwa dengan
sering melakukan survey terhadap sikap karyawan, mengumpulkan masukan karyawan,
dan yang lebih penting bertindak berdasarkan masukan-masukan tersebut,
perusahaan akan mendapatkan keunggulan dalam merekrut dan mempertahankan para
pekerjanya yang produktif. Apabila para pekerja puas dan memiliki semangat
kerja tinggi, organisasi mendapat berbagai macam manfaat. Contohnya, bila
dibandingkan dengan para pekerja yang tidak puas, karyawan yang puas akan lebih
berkomitmen dan setia. Karyawan-karyawan seperti itu kemungkinan besar akan
bekerja lebih keras dan memberikan sumbangan yang berharga bagi organisasi.
Disamping itu, mereka cenderung tidak terlalu banyak mengeluh dan lebih sedikit
yang berperilaku negatif (mengeluh, secara sengaja memperlambat kerja mereka,
dan sebagainya) dibandingkan dengan rekan-rekannya yang kurang puas. Akhirnya,
para pekerja yang puas cenderung tidak saja datang untuk bekerja tiap hari
tetapi tetap bertahan di dalam organisasinya.
Dengan meningkatkan kepuasan dan
semangat kerja mereka, berarti manajemen berusaha menjamin pelaksanaan operasi
yang lebih efisien. Sebaliknya, biaya atas ketidakpuasan dan rendahnya
semangat kerja sangatlah tinggi. Para pekerja yang tidak puas mungkin lebih sering
absen dengan alasan gangguan kesehatan yang tidak berarti, alasan-alasan
pribadi, atau rasa keengganan untuk pergi bekerja. Semangat kerja yang rendah
juga dapat mengakibatkan tingginya tingkat perputaran karyawan:
Persentase angkatan kerja organisasi yang keluar yang harus diganti. Tingkat
perputaran karyawan yang tinggi mempunyai konsekuensi negatif, yang meliputi
gangguan jadwal produksi, biaya pelatihan yang tinggi, dan produktivitas
berkurang. Dilain pihak tingkat perputaran karyawan yang sedang bisa
bermanfaat: Organisasi dapat menghilangkan pekerjaaan dari karyawan yang
berkinerja rendah dan/atau membawa gagasan baru dan bakat yang segar.
Motivasi Di Lingkungan Kerja walaupun
kepuasan kerja dan semangat kerja merupakan hal yang penting, motivasi karyawan
merupakan faktor yang bahkan lebih penting bagi keberhasilan perusahaan. Motivasi merupakan salah satu bagian dari
fungsi manajerial pengarahan (directing). Secara umum, motivasi didefenisikan sebagai serangkaian
kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu. Seorang
pekerja mungkin termotivasi untuk bekerja keras dan berproduksi sebanyak
mungkin, sementara yang lainnya mungkin termotivasi untuk berproduksi
secukupnya saja.Selama bertahun-tahun, banyak bermunculan teori
dan penelitian yang berusaha membahas masalah-masalah itu. Dalam bagian ini,
kita akan menelusuri penelitian dan teori utama mengenai motivasi karyawan.
Kita kan berfokus pada tiga pendekatan hubungan antar manusia di lingkungan
kerja yang mencerminkan kronologi pemikiran dasar dalam bidang itu: (1)
teori klasik dan manajemen ilmiah, (2) teori perilaku, dan (3) teori motivasi
kontemporer.
Model Sumber Daya Manusia: Teori X dan Y
dalam suatu penelitian yang penting, ilmuwan prilaku Douglas
McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat
berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya manusia suatu perusahaan.
Ia mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam serangkaian asumsi yang ia beri
label “Teori X” dan “Teori Y”. Para manajer yang menganut Teori X cenderung
menyakini kebenaran asumsi bahwa orang bersifat malas dan tidak mau bekerja
sama dan oleh karenanya harus dihukum atau diberi imbalan (rewards) agar mereka
menjadi produktif. Para manajer yang menganut teori Y, sebaliknya cenderung
percaya bahwa orang-orang pada dasarnya energik, berorientasi ke perkembangan,
memotivasi diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif. Model
Hierarki Kebutuhan Maslow dari seorang psikolog, Abraham Maslow,
menyatakan bahwa orang mempunyai sejumlah kebutuhan yang berbeda-beda yang
mereka coba penuhi dari pekerjaan mereka. Ia mengklasifikasikan
kebutuhan-kebutuhan itu menjadi lima tipe dasar dan menyarankan agar kebutuhan
itu disusun menurut hierarki prioritas. Menurut Maslow, Kebutuhan merupakan hal
yang bertingkat-tingkat karena kebutuhan yang tingkatannya rendah harus sudah
dipenuhi sebelum sebelum seseorang mencoba memuaskan kebutuhan yang
tingkatannya lebih tinggi.
Setelah serangkaian kebutuhan
dipenuhi, kebutuhan itu berhenti memotivasi perilaku. Itulah arti dari
kebutuhan yang bersifat hierarkis dari tingkatan yang rendah ke yang lebih
tinggi dalam mempengaruhi motivasi dan kebutuhan karyawan. Contohnya, jika Anda
merasa aman dalam pekerjaan Anda, rencana pensiun yang baru mungkin tidak
terlalu penting bagi Anda jika dibandingkan dengan kesempatan mencari
kawan-kawan baru dan memasuki jaringan informal di antara rekan kerja Anda.
Akan tetapi, jika kebutuhan tingkatan rendah mendadak tidak terpenuhi, hampir
semua orang segera berfokus kembali ke tingkatan rendah tersebut. Contohnya,
misalkan saja Anda mencari cara untuk memenuhi kebutuhan harga diri Anda dengan
bekerja sebagai manajer divisi di suatu perusahaan besar. Jika Anda mengetahui
bahwa divisi Anda dan, akibatnya pekerjaan Anda mungkin akan dihapuskan, Anda
mungkin melihat kepastiaan keamaan kerja di perusahaan yang baru dapat
memotivasi Anda sekuat promosi yang terjadi sebelumnya di perusahaan lama Anda.
Manajemen Berdasarkan Tujuan
merupakan sistem penetapan sasaran secara bersama-sama dari atas sampai bawah
suatu organisasi. Sebagai teknik untuk mengelola proses perencanaan, manajemen
berdasarkan tujuan secara garis besar mengkhususkan diri dalam membantu para
manajer mengimplementasikan dan melaksanakan rencana mereka. Akan tetapi manajemen berdasarkan tujuan memerlukan
serangkaian prosedur yang melibatkan para manajer dan bawahannya dalam
menetapkan sasaran dan mengevaluasinya kemajuannnya. Setelah program tersebut
dipersiapkan, langkah pertamanya adalah menetapkan sasaran organisasi secara
keseluruhan. Sasaran itu pulalah yang pada akhirnya akan dievaluasi untuk
menentukan keberhasilan program tersebut. Akan tetapi, pada saat yang
bersamaan, kegiatan kolaboratif: berkomunikasi, bertemu, mengontrol dan
sebagainya, merupakan kunci dari manajemen berdasarkan tujuan. Oleh karenanya,
kegiatan kolaboratif juga dapat berguna sebagai program untuk meningkatkan
kepuasan kerja dan motivasi. Manajemen Partisipatif dan Pemberdayaan
Dalam
manajemen partisipatif dan pemberdayaan, karyawan diberikan pilihan mengenai
cara mereka melakukan pekerjaan mereka dan cara perusahaan dikelola, mereka
diberdayakan untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas kinerja
mereka sendiri. Tidak mengherankan, bahwa
partisipasi dan pemberdayaan membuat para karyawan merasa lebih berkomitmen
terhadap sasaran organisasi, karena mereka sendirilah yang membantu
membentuknya.
Gaya Manajerial dan Kepemimpinan dalam
usaha memperbaiki semangat, kepuasan, dan motivasi kerja, para manajer dapat
menggunakan berbagai gaya kepemimpinan. Kepemimpinan adalah proses memotivasi orang lain agar
bekerja mencapai tujuan-tujuan tertentu. Memimpin adalah salah satu aspek kunci
pekerjaan manajer dan salah satu komponen penting fungsi pengarahan.
Teori-teori awal mengenai kepemimpinan mencoba mengidentifikasikan sifat dasar
yang terkait dengan pemimpin-pemimpin yang kuat. Contohnya adalah penampilan
fisik, kepandaian, dan keahlian berbicara di publik pernah dianggap sebagai
“modal dasar pemimpin”. Memang, pernah dipercaya bahwa orang-orang yang tinggi
adalah pemimpin yang lebih baik daripada orang-orang yang pendek. Akan
tetapi, pendekatan sifat dasar itu terbukti merupakan alat prediksi yang buruk
atas potensi kepemimpinan. Akhirnya, perhatian pun berpindah dari sifat dasar
manajer ke perilaku mereka, atau gaya manajerial: pola perilaku yang
diperlihatkan manajer dalam menghadapi bawahan-bawahannya. Gaya-gaya manajerial
tersebut beraneka ragam, mulai dari otokratis, ke demokratis, lalu ke wewenang
penuh. Tentu saja hampir semua manajer tidak berpegang hanya pada satu gaya.
Tiga tipe gaya utama ini melibatkan beragam tanggapan terhadap masalah-masalah
hubungan manusia. Pada kondisi yang berbeda, satu macam atau kombinasinya dapat
terbukti memadai.
Para manajer yang menerapkan gaya
otokratis umumnya memberikan perintah dan mengharapkan mereka dipatuhi
tanpa ragu-ragu. Tentu saja, komandan militer lebih menyukai dan umumnya
membutuhkan) gaya otokratis di medan pertempuran. Karena tidak ada orang lain
yang diajak konsultasi, gaya otokrasi memungkinkan pembuatan keputusan yang
cepat. Jadi gaya tersebut akan berguna dalam kondisi pengujian keefektifan
suatu perusahaan terhadap pesaing yang berdasarkan pada waktu (time based
competitor). Para manajer yang menerapkan gaya demokratis (democratic
style) umumnya meminta masukan dari bawahan-bawahannya sebelum membuat
keputusan, tetapi mereka tetap memegang kekuatan akhir dalam pembuatan keputusan.
Contohnya, seorang manajer mungkin meminta anggota kelompok lainnya untuk
mewawancarai dan menawarkan pendapat mengenai sekelompok pelamar. Akan tetapi,
manajer itu sendiri yang pada akhirnya akan membuat keputusan terakhir. Para
manajer yang menerapkan gaya wewenang penuh umumnya berperan
sebagai penasihat bagi bawahan yang diperbolehkan membuat keputusan.
Menurut banyak pengamat, gaya
kepemimpinan wewenang penuh menghasilkan pendekatan yang menekankan masukan
karyawan keseluruhan ke dalam pembuatan keputusan dan membantu perkembangan
lingkungan kerja di mana karyawan semakin banyak menentukan apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya. Tanpa mengabaikan teori-teori mengenai
bagaimana pemimpin seharusnya memimpin, keefektifan semua gaya kepemimpinan
sangat bergantung pada keinginan para bawahan dalam berbagi masukan dan melatih
kreativitas. Sebagai contoh, beberapa orang frustasi, sedangkan beberapa
lainnya menyukai manajer yang otokratis karena mereka tidak menginginkan
dukungan suara dalam pembuatan keputusan. Sementara itu, pendekatan demokratis
bisa menjadi tidak menyenangkan bagi orang-orang yang ingin memikul tanggung
jawab pembuat keputusan maupun bagi yang tidak. Gaya wewenang penuh sangat
bergantung pada kreativitas karyawan, dan pada solusi kreatif atas
masalah-masalah yang ada. Gaya itu juga menarik bagi karyawan yang ingin
merencanakan pekerjaan mereka sendiri. Masalahnya, tidak semua bawahan
mempunyai latar belakang atau keahlian yang diperlukan untuk membuat keputusan
yang kreatif. Sementara, lainnya tidak cukup termotivasi untuk bekerja tanpa
pengawasan.
Sumber dari :
http://materi--kuliah.blogspot.co.id/2012/11/





Tidak ada komentar:
Posting Komentar